Saat berhubungan seks, ada sebagian pasangan yang lebih suka jika lampunya dimatikan atau dinyalakan. Kedua hal itu memang bisa memberikan sensasi tersendiri saat bercinta.
Dikutip dari Glamour, sebuah survei yang dilakukan Osram Sylvania menunjukkan sekitar 60 persen partisipan memilih bercinta dengan lampu menyala. Sementara itu 40 persen lainnya lebih suka bercinta dengan lampu dimatikan.
Bagi sebagian orang berhubungan seks dengan lampu menyala bisa memberikan sensasi melihat pasangan secara jelas ketika ia sedang bergairah.
"Ketika bisa saling menatap pasangan, ini membantu seseorang jadi lebih terbakar gairahnya," kata seorang terapis seks, Jane Greer.
Sedangkan bagi yang tidak suka lampunya dinyalakan saat bercinta, hal ini biasanya berkaitan dengan rasa tidak nyaman dan percaya diri. Sorotan lampu disebut-sebut dapat memperlihatkan kekurangan yang dimiliki pada tubuh.
"Sebenarnya kamu bisa mengatasi rasa tidak nyaman tersebut dengan cara fokus pada apa yang kamu dan pasangan suka pada tubuh masing-masing. Ini dapat menghilangkan rasa tidak percaya diri pada tampilan fisik," jelas Greer.
Meski begitu, Greer mengatakan ada sensasi tersendiri ketika bercinta dengan lampu dimatikan. Misalnya, berbagai indra selain penglihatan akan menjadi lebih sensitif dari biasanya.
AS Teliti Plasma Darah Pasien Sembuh untuk Obati Corona
Sejumlah negara mulai menguji terapi plasma darah dari pasien virus Corona COVID-19 yang sudah sembuh, sebagai terapi untuk mengobati pasien terinfeksi Corona. Amerika Serikat (AS) termasuk salah satu negara yang fokus meneliti metode terapi ini.
Dikutip dari laman BBC, di Inggris, NHS Blood and Transplant (NHSBT) meminta orang-orang yang sembuh dari COVID-19 untuk menyumbangkan darah sehingga lembaga kesehatan itu bisa menguji coba untuk terapi tersebut.
Harapannya, antibodi dalam plasma darah para penyintas bisa membantu melawan virus di tubuh orang yang sakit. AS telah memulai proyek besar-besaran untuk meneliti ini, yang melibatkan lebih dari 1.500 rumah sakit.
Proyek nasional ini dilakukan hanya dalam tiga pekan, dan sekitar 600 pasien telah menerima pengobatan. Profesor Michael Joyner, dari Mayo Clinic memimpin proyek ini.
"Hal yang kami pelajari dalam pekan pertama penelitian adalah tidak ada masalah keamanan besar yang muncul dan pemberian produk (plasma) tampaknya tidak menyebabkan banyak efek samping yang tak terduga," kata Joyner.
Hingga hari Selasa (28/4/2020) angka kematian AS yang disebabkan oleh virus Corona mencapai 56.253 jiwa, menurut Research Center Johns Hopkins University, dengan kasus positif yang terkonfirmasi sebanyak 988.469 jiwa.
Nyeri Maag Kambuh Saat Puasa? Simak Tips Berikut Ini
Gaya hidup sehari-hari sangat mempengaruhi kesehatan lambung. Mulai dari kebiasaan makan tidak teratur, mengonsumsi makanan pedas atau terlalu asam, minum minuman beralkohol, bersoda dan mengandung kafein, kurang aktifitas fisik, hingga stress yang dapat menyebabkan kadar asam lambung meningkat serta menyebabkan nyeri di ulu hati.
Sakit maag atau dikenal juga sebagai dyspepsia, merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Sindrom dyspepsia ini merupakan kumpulan gejala penyakit pada saluran cerna seperti nyeri ulu hati, kembung, rasa begah, rasa panas di dada dan di ulu hati, mual dan ingin muntah, rasa asam di mulut dan kerongkongan, serta sendawa berlebihan.
Lalu, apakah penderita maag bisa berpuasa dengan nyaman? Tentu saja bisa! Bagi penderita maag, berpuasa selama bulan Ramadhan memang bisa terasa berat terlebih pada saat awal puasa. Hal ini karena adanya perubahan pola makan yang meyebabkan saluran cerna harus beradaptasi sehingga kadang kala dapat menyebabkan keluhan gangguan pada lambung. Tapi, ini jangan dijadikan alasan untuk tidak menjalankan ibadah puasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar