Rabu, 22 April 2020

Peta Penyebaran COVID-19 Berbasis Data Facebook Dirilis

 Senjata terbaru untuk ikut memerangi COVID-19 dirilis pekan ini. Para peneliti dari Carnegie Mellon University (CMU), Amerika Serikat merilis heat map penyebaran virus corona yang didukung data Facebook.
Heat map ini bertujuan membantu melacak penyebaran penyakit dan berguna sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan pemulihan kembali masyarakat.

Seperti dikutip dari AFP, para peneliti menyebutkan proyek mereka menawarkan indikasi real-time aktivitas COVID-19 yang sebelumnya belum tersedia di sumber mana pun.

Peta penyebaran ini dikembangkan dengan jutaan respons dari survei Facebook dan pengguna Google, sebagai bagian dari upaya memonitor penyebaran virus tersebut.

CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan, heat map tersebut untuk saat ini tersedia untuk pengguna AS, namun secara bertahap akan diperluas secara global dengan bantuan tim riset dari University of Maryland.

"Ketika dunia berjuang melawan COVID-19 dan berbagai negara mengembangkan rencana memulihkan lagi masyarakat mereka, sangat penting untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana penyakit ini menyebar," tulis Zuckerberg di halaman Facebook-nya.

"Dengan komunitas yang terdiri dari miliaran orang secara global, Facebook dapat membantu para peneliti dan otoritas kesehatan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk merespons wabah dan mulai merencanakan pemulihan," sambungnya.

Peneliti CMU menyebutkan, mereka menerima sekitar satu juta respons per minggu dari pengguna Facebook, dan ada sekitar 600.000 respons per minggu dari pengguna Google.

"Dengan menggunakan ini dan sumber data unik lainnya, para peneliti CMU akan memantau perubahan dari waktu ke waktu, memungkinkan para pembuat kebijakan meramalkan aktivitas COVID-19 beberapa minggu ke depan," kata tim peneliti.

Penelitian ini menggunakan tanggapan terhadap survei Facebook tentang gejala yang dialami orang-orang, dengan data yang dikendalikan oleh tim universitas dan tidak dibagi ke Facebook.

Para ilmuwan juga mengandalkan data anonim dari Google dan mitra lain pada gejala dan permintaan pencarian. Visualisasi peta penyebaran ini, ditampilkan di situs CMU yang beralamat di https://covidcast.cmu.edu/

"Survei ini bertanya kepada orang-orang apakah mereka memiliki gejala seperti demam, batuk, napas pendek atau kehilangan kemampuan indera membaui yang berhubungan dengan COVID-19," kata Zuckerberg.

Peneliti dalam proyek ini menambahkan, karena gejala-gejala tersebut merupakan prekursor untuk sakit yang lebih serius, survei ini dapat membantu memperkirakan berapa banyak kasus yang akan dilihat rumah sakit di hari-hari mendatang dan memberikan indikator awal di mana wabah tumbuh dan di mana kurva sedang berhasil dilandaikan.

Saran Orang Terkaya Dunia untuk Menjinakkan Corona

Ekonomi dunia terdampak besar karena aktivitas bisnis banyak yang lumpuh di tengah pandemi corona. Jeff Bezos pun urun rembug soal bagaimana menjinakkan virus corona agar ekonomi kembali dapat berjalan normal.
Bos toko online terbesar dunia Amazon ini mengusulkan agar tes corona massal di seluruh dunia ditingkatkan. Hal itu ia anggap penting untuk benar-benar mengetahui serta memisahkan siapa saja yang sakit dan siapa yang sehat.

"Tes reguler dalam skala global di seluruh industri akan membantu orang tetap aman dan membantu ekonomi kembali bangkit dan berjalan," tulis orang terkaya dunia ini dalam surat pada para pemegang saham Amazon.

"Supaya hal ini berhasil, kita sebagai warga masyarakat membutuhkan jauh lebih banyak tes daripada yang sekarang tersedia. Jika tiap orang bisa dites secara rutin, itu akan membuat perbedaan besar dalam bagaimana kita melawan virus ini" papar dia.

"Mereka yang dites positif bisa dikarantina dan dirawat, dan setiap orang yang dites negatif bisa masuk kembali ke ekonomi dengan percaya diri," sambung Bezos yang dikutip detikINET dari CNBC.

Di sisi lain, pria berkepala pelontos itu juga membeberkan langkah-langkah Amazon dalam melindungi pegawai gudang dari ancaman COVID-19. Seperti dengan menyediakan masker dan pengukuran suhu badan.

Namun demikian, pegawai gudang Amazon di sedikitnya 3 fasilitas telah memprotes perusahaannya karena dianggap tidak cukup melindungi. Bagaimanapun, Amazon sangat membutuhkan mereka karena pembelian online melonjak tajam seiring makin masifnya kebijakan lockdown.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar