Selasa, 28 April 2020

Doni Monardo: Lockdown Bisa Buat Corona Makin Meluas

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyebut penerapan lockdown di sejumlah negara justru menyebabkan virus corona semakin meluas.

Sejumlah negara diketahui menerapkan lockdown di antaranya India, Italia, Spanyol, Prancis, dan China.

"Beberapa daerah atau beberapa negara yang telah melakukan lockdown dan kawasan tersebut merupakan kawasan padat penduduk telah menimbulkan wabah yang semakin meluas dan tentunya menimbulkan risiko yang sangat besar," ujar Doni dalam jumpa pers melalui akun YouTube Sekretariat Kabinet, Senin (27/4).

Untuk itu, Doni mengatakan, pemerintah Indonesia berkukuh tak akan melakukan lockdown demi menekan laju persebaran Covid-19. Saat ini kebijakan yang diambil di sejumlah daerah adalah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Doni mengingatkan agar masyarakat disiplin menerapkan pembatasan jarak fisik, mengenakan masker saat keluar rumah, dan mencuci tangan.

"Sehingga pilihan untuk tidak lockdown adalah suatu upaya yang sangat baik. Di mana kita semua mampu menjaga keseimbangan antara memperhatikan aspek kesehatan dan juga piskologis masyarakat," katanya.

Hal serupa juga pernah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara Mata Najwa beberapa waktu lalu. Jokowi menyebut tidak ada negara yang berhasil menerapkan lockdown dalam menangani pandemi Covid-19.

"Bukan karena masalah bujet, kita kan juga belajar dari negara-negara lain. Apakah lockdown itu berhasil menyelesaikan masalah, kan tidak," ucapnya.

Pernyataan itu pun menuai kritik dari sejumlah pihak. Beberapa negara seperti China, Vietnam, Australia, dan Brunei Darussalam justru menjadi contoh yang cukup berhasil dengan lockdown. Negara-negara tersebut mampu menekan laju penyebaran dengan mewajibkan warganya tetap tinggal di rumah.

Dikutip dari situs Ourworldindata.org/coronavirus, kurva kasus positif negara-negara itu melandai sejak menerapkan lockdown.

Butuh Waktu 8 Jam untuk Periksa Sampel Corona, Begini Tahapannya

Meningkatnya kasus COVID-19 di DIY belum dibarengi dengan cepatnya pengujian sampel pasien dalam pengawasan (PDP). Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta menyebut satu kali proses pengujian paling cepat memerlukan waktu 8 jam, terlebih jumlah PDP terus meningkat.
Juru Bicara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) untuk penanganan COVID-19, Berty Murtiningsih menjelaskan alur pengujian sampel bagi PDP. Menurutnya, pasien berstatus PDP dapat memeriksakan diri di Rumah Sakit (RS) mana saja.

"Pasien PDP diperiksa di RS mana saja, konsulkan ke RS rujukan, dengan dokter konsultan, bila perlu rawat bisa di RS Rujukan, bisa tidak tergantung kondisi.Bahkan bisa pula PDP isolasi mandiri," katanya melalui pesan singkat kepada detikcom, Selasa (31/3/2020).

Setelah ditetapkan sebagai PDP, nantinya petugas medis akan mengambil swab pasien untuk selanjutnya diuji di BBTKLPP Yogyakarta. Proses tersebut membutuhkan waktu tang tidak sebentar.

"Swab diambil di RS, lalu dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta. Jadi kalau pasien diambil swab, maka spesimennya disimpan dalam VTM (Virus Transport Media), baru dikirim ke laboratorium (BBTKLPP Yogyakarta)," katanya.

"Prosesnya 3 sampai dengan 5 hari tergantung ketersediaan reagen dan VTM di lab (BBTKLPP)," ucapnya.

Karena itu, Berty menyebut proses pengujian sampel PDP dari nol hingga keluar hasilnya memerlukan cukup waktu. Apalagi, BBTKLPP Yogyakarta tidak hanya melayani pengujian sampel dari DIY.

"Di samping DIY, laboratorium BBTKLPP kan juga menangani sampel seluruh Jateng," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar