Selasa, 26 Mei 2020

BPPT Olah Limbah PLTU Jadi Garam Industri dan Minuman Isotonik

Sebagai negara yang dianugerahi laut dan garis pantai sangat panjang, sangat mengherankan bila selama ini ternyata masih mengimpor garam dalam jumlah fantastis. Bila memang alasannya kualitas garam produksi lokal kurang baik, sesungguhnya bisa ditingkatkan dengan teknologi yang sebetulnya tak terlalu canggih.
"Kita maritime economy, tapi kenapa garam (untuk industri) masih impor. Whats wrong, apa yang salah di kita?," kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza dalam program Blak-blakan yang tayang di detik.com, Senin (25/5/2020).

Ia menyebut persoalan utama untuk bisa mandiri dalam berbagai aspek kehidupan sejatinya adalah soal itikad baik dan kepedulian saja. Sayangnya, kebanyakan orang lebih suka cuma menjadi pedagang dan memetik dengan mudah dalam waktu cepat. Akibatnya solusi untuk mengatasi berbagai persoalan di lapangan kerap kali dilakukan secara pragmatis dan lewat jalan pintas: impor. "Padahal teknologi pengolahan garam ini kan gak sulit-sulit amat lah," ujarnya.

Sejak Desember 2019, ia melanjutkan, BPPT turun tangan membantu meningkatkan kualitas garam lokal hingga 98% agar bisa diserap oleh industri. Bersama PT Garam, BPPT melakukan komisioning pilot project garam industri terintegrasi kapasitas 40.000 Ton/Tahun di Pabrik PT Garam, Manyar, Jawa Timur.

Diharapkan dengan beroperasinya pabrik garam terintegrasi ini, dapat memberikan nilai tambah, dari yang sebelumnya hanya menjual garam krosok, setelah masuk ke pabrik bisa menjual dengan standar industri. Pembangunan pilot project pabrik garam terintegrasi tersebut juga bisa dijadikan contoh atau standar pembangunan pabrik garam industri di Indonesia.

Para ahli BPPT, kata Hamam, juga sudah memiliki teknologi pengolahan garam air limbah PLTU. Selain menghasilkan garam untuk industri, dengan teknologi yang ada juga bisa dibuat menjadi minuman isotonik.

Untuk diketahui, kebutuhan garam industri pada 2020 sekitar 3,8 - 4 juta ton. Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk berdalih, industri memilih garam impor karena kualitasnya baik dan harga lebih murah. Kualitas garam untuk industri spesifikasi NaCL nya di atas 97%, sedangkan garam rakyat cuma 81%-96%.

"Harga juha cukup beda cukup jauh. Dari luar (impor) kan bisa Rp 400/Kg ya, dalam negeri Rp500-600/kg," katanya seperti diwartakan CNBC.

Pemerintah: BPPT Akan Produksi Rapid Test Antibodi 50.000 Per Bulan

 Pemerintah Indonesia melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang memproduksi alat rapid test lokal. Pemerintah melaporkan saat ini produksi rapid test sudah berjalan.
"Tentang kemampuan BPPT untuk memproduksi rapid test, tadi pagi saya sudah berbicara ke Pak Hammam Riza (Kepala BPPT), beliau masih menunggu 2 komponen lagi, dari 10 komponen yang sebagian impor, jadi sudah ada 8 komponen kemudian tinggal 2 komponen" ujar Ketua Gugus Tugas, Doni Monardo saat konferensi pers, Senin (4/5/2020).

Doni mengatakan saat ini BPPT sedang menunggu 2 komponen alat rapid test untuk merampungkan produksinya. Jika sudah lengkap 10 komponen, diperkirakan BPPT akan memproduksi rapid test antibodi 50.000 per bulan.

"Kalau 2 komponen tiba minggu-minggu ini, maka minggu depan BPPT bisa memproduksi rapid test antibodi sebanyak 50 ribu per bulan," katanya.

Sebelumnya, BPPT dikabarkan akan segera meluncurkan ventilator buatan lokal. Ventilator itu pun telah dilakukan uji klinis.

jika memenuhi standar, surat izin dari Kementerian Kesehatan akan diterbitkan. Setelah itu, ventilator akan segera diproduksi.

"Kemudian kami laporkan juga sesuai dengan laporan Bapak Menristek dan juga Badan Riset dan Inovasi Nasional. Tentang ventilator. Sudah ada uji klinis yang dihasilkan BPPT, perguruan tinggi dan swasta," kata Doni Monardo, dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, Senin (27/4).
http://indomovie28.com/sex-trial-at-beauty-shop-2-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar