Venezuela melalui bank sentralnya meminta bank sentral Inggris, yakni Bank of England (BoE) untuk mencairkan emas milik mereka senilai US$ 1,02 miliar atau setara Rp 15,3 triliun (kurs Rp 15.000).
Dikutip dari Reuters, Rabu (20/5/2020), dana tersebut tujuannya akan digunakan oleh pemerintah Presiden Nicolas Maduro untuk menangani virus Corona.
Rencananya dana tersebut setelah ditransfer ke Program Pembangunan PBB, akan digunakan untuk membeli peralatan kesehatan, obat-obatan, dan makanan untuk mengatasi darurat COVID-19 di Venezuela.
Klaim tersebut mengikuti permintaan yang dibuat Venezuela kepada Bank of England pada April lalu untuk menjual sebagian cadangan emasnya di sana dan mengirimkan hasilnya ke PBB untuk membantu upaya memerangi virus Corona di negaranya.
Menjual cadangan emas menjadi salah satu dari sedikit pilihan pemerintah Maduro untuk mengumpulkan dana karena sanksi AS. Di sisi lain, jatuhnya harga minyak global dan karantina akibat virus Corona semakin melumpuhkan ekonomi Venezuela. Venezuela sejauh ini telah mencatatkan 618 kasus virus Corona dan 10 kematian.
Klaim sendiri diajukan di pengadilan komersial bertanggal 14 Mei. Bank sentral Venezuela meminta Bank of England untuk mematuhi instruksi yang diusulkan. Namun BoE menolak untuk mengomentari klaim tersebut.
Sejak 2018, Bank of England telah menunda transfer 31 ton emas Venezuela yang disimpan di sana ke Maduro, yang Inggris tidak akui sebagai pemimpin sah negara itu. Bank ini menawarkan layanan kustodian emas ke banyak negara berkembang.
Kelaparan Saat Corona, Warga Venezuela Makan Darah Sapi
Venezuela adalah salah satu negara yang menerapkan lockdown untuk menekan penyebaran virus Corona. Namun kondisi ini membuat banyak masyarakat mengalami kelaparan. Apalagi di kota San Cristobal puluhan warga terpaksa mengantre bahan makanan gratis, yakni darah sapi.
Salah satu masyarakat Venezuela Aleyair Romero menceritakan dia kehilangan pekerjaannya sebagai mekanik akibat pandemi ini. Dia menyebut bantuan makanan dari pemerintah sangat terlambat dan membuat dia dan warga lainnya kelaparan.
"Saya harus tetap mencari bahan makanan sebisa mungkin," kata Romero sambil memegang termos yang berlumuran darah sapi.
Sebenarnya darah sapi adalah bahan makanan yang biasa digunakan untuk membuat sup pichon di Andes Venezuela dan Kolombia. Namun akibat krisis Corona ini masyarakat berbondong-bondong mencari darah sapi tersebut di rumah jagal.
Darah sapi biasanya dikonsumsi oleh orang-orang yang berpenghasilan rendah karena harga daging di Venezuela setara dengan dua kali upah minimum.
Mengutip Reuters, Jumat (15/5/2020), makin banyaknya masyarakat yang mencari dan mengonsumsi darah ternak ini mencerminkan kelaparan yang terjadi akibat tekanan ekonomi di Venezuela.
Kondisi ini terjadi karena lockdown dan lambatnya bantuan logistik dari pemerintah. Direktur Citizenry in Action Edison Arciniegas mengungkapkan penduduk Venezuela bisa meninggal dengan cepat.
"Bukan virus yang membunuh mereka, tetapi kelaparan," ujarnya.
Menurut dia sebelum pandemi COVID-19 saja PBB menyebut Venezuela adalah salah satu dari 10 negara yang mengalami krisis kemanusiaan terburuk di dunia pada 2019. Hal ini karena 9,3 juta dari 30 juta penduduk mengonsumsi makanan dalam jumlah yang sedikit.
Pemerintahan presiden Maduro memang telah membangun dapur umum untuk memfasilitasi masyarakat saat lockdown pada pertengahan Maret. Namun distribusi makanan itu kerap kali terlambat dan tidak tepat sasaran ke masyarakat.
Sebuah dapur umum di wilayah miskin Carapita di Caracas menyebut menyediakan makanan untuk 80 anak anak, namun mereka juga memberi makan untuk sekitar 350 orang dewasa.
Dalam satu hari makanan yang diberikan adalah semangkuk sup, sandwich ham dan keju. Sebagian ibu mengeluarkan ham dan keju mereka untuk sarapan anak pada hari berikutnya.
"Ini tidak cukup untuk kami. Bahkan saya tidak punya makanan untuk diberikan kepada mereka besok," imbuh dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar